German People
Kalau boleh menilai sih ni penulis masih suka gak fokus dalam merunutkan apa yang diceritakannya, pembaca sering dibawa ngalor-ngidul baru akhirnya sampai ke tujuan, tapi overall penulis ini mencoba menceritakan pengalaman pribadinya tinggal di beberapa negara yang kontras dari negara yang mayoritas Islam ke negara yang Minoritas penduduk Islamnya.
Yang menjadi penekanan dari ceritanya adalah, bagaimana suatu negara yang Mayoritas Islam justru tidak menunjukkan budaya-budaya Islam yang sesungguhnya, justru nilai-nilai ke-Islam-an ini beliau dapatkan di negara yang minoritas Muslimnya.
Cerita ini membuat saya tertarik untuk mengkajinya lebih dalam, karena sebelumnya saya sempat berdiskusi dengan bos saya terkait masalah ini. Waktu itu, bos saya yang memang sudah sempat merasakan bagaimana kehidupan di Jerman yang mayoritas penduduknya bukanlah Muslim menceritakan pengalamannya selama menetap untuk keperluan studi di negara tersebut.
Beliau banyak mendapatkan perlakuan yang sangat mengharukan dari warga setempat. Di jamu ketika pertama kali tiba di Jerman, diajak berkeliling untuk dikenalkan ke tetangga-tetangga sekitar, budaya tolong menolong dan tegur sapa yang tak asing dipertontonkan di jalan-jalan. Super sekali rasanya membayangkan tinggal di tempat sedamai itu. Rasa yang jauh berbeda dengan yang terjadi di Jakarta, sebuah ibu kota dari negara yang katanya penduduknya mayoritas Muslim.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa budaya di Negara Jerman seperti pada contoh di atas dikaitkan dengan Islam. Tentu ini berkaitan erat, mengingat kalau kita membaca dan mengkaji lebih dalam nilai-nilai yang diajarkan Islam melalui Nabi Muhammad yang dapat dibaca di Al-Quran dan hadits, apa yang sudah dipraktekkan oleh mayoritas masyarakat di Jerman, Irlandia ataupun negara-negara lainnya tersebut, adalah semua yang diajarkan dalam nilai-nilai Islam. Tentang bagaimana akidah dan akhlak kita terhadap sesama manusia. (untuk lebih dalam tanyakan pada Ustadz ;))
Nah, nilai-nilai Islam ini justru makin ngenes di negara kita tercinta, yang digadang-gadang sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim. Gak usah jauh-jauh ya, bisa dilihat nih di Ibu kota kita, Jakarta, kota yang menyimpan jutaan mimpi untuk seluruh anak Indonesia dalam menggapai cita-cita hidupnya. Hidup di kota yang sudah sangat sesak ini, membuat prilaku masyarakatnya pelan-pelan bergeser, mungkin tak sedikit teman-teman yang kalau direnungi mulai berubah, terutama teman-teman yang berasal dari kampung, yang terbiasa hidup bersosialisasi dengan tetangga-tetangga sekitar.
Nah, di Jakarta, nyadar atau tidak, semua masyarakatnya mulai individualis, egois, sopan santun ketimurannya memudar dan sebagainya. Entah karena kehidupan Jakarta yang keras atau alasan lain. Intinya, tak perlu jauh-jauh menilai negara-negara di Arab, tapi cukup datang ke Jakarta untuk melihat realita yang ada. Tak adalagi sopan santun berbicara antar anak dengan orang yang lebih tua, tak ada lagi tenggang rasa antar sesama pengguna jasa angkutan umum untuk merelakan kursinya untuk orang yang lebih membutuhkan, tak ada lagi ramah tamah, tegur sapa antar sesama, semuanya sibuk dengan gadget masing-masing. Semua seolah punya ego yang lebih tinggi daripada hanya sekedar menyapa, apalagi harus mengajak ngobrol orang disamping kita. Kondisi-kondisi ini dapat sangat jelas dilihat di angkutan-angkutan umum, di tempat-tempat umum seperti stasiun dan sejenisnya.
Inti dari tulisan ini, hanya ingin kembali menyadarkan, kita adalah Muslim. Kita memiliki seorang panutan bernama Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan contoh hidup bermasyrakat, berbangsa dan beragama. Ayo kembali kita renungkan, kembali kita pelajari, kembali kita amalkan. Hal yang justru membuat saya tersentuh adalah, bahkan di Taiwan mereka memiliki program untuk anak-anak mereka yang duduk dibangku sekolah dasar yaitu, pelajaran sopan santun, mengajarkan dan membiasakan anak-anak sedari dini untuk menyapa. Ini saya tonton di salah satu tv swasta yaitu DAAI TV. Bagaimana di Indonesia?? Sudahkan diajarkan tentang nilai-nilai ke-Islaman ini kepada anak-anak penerus bangsa, tak perlu muluk, mengajarkan mereka untuk mulai menyapa orang yang ditemuinya dimanapun, sudah menjadi langkah awal yang baik.
Kita gak maukan, kata-kata yang selalu disebutkan oleh kebanyakan foreigner yang dtg ke Indonesia tentang masyarakat Indonesia yang menurut mereka ramah-ramah, murah senyum tinggal wacana saja? Atau apa mungkin mereka memang hanya basa-basi, soalnya kalo dibandingkan di negara Jerman contohnya(baru pernah ksana doang soalnya), penduduk disana jauh lebih ramah dibandingkan masyarakat di Indonesia terutama di Ibu kota ini. So, mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Mungkin bisa dicoba dengan menyapa orang yang satu lift dengan kita, atau orang yang duduk disamping kita seperjalanan naik angkutan umum atau kereta? Kenapa tidak untuk membuat Indonesia yang lebih baik karena Aku Cinta Indonesia.
Mungkin buat teman-teman yang ingin lirik-lirik postingan yang menginspirasi tulisan ini, check the link below. Thank you.
http://jihandavincka.wordpress.com/2013/06/11/how-islamic-are-islamic-countries/
Happy Wednesday All
0 comments