Jalan Kaki, bagi masyarakat Indonesia, sepertinya sebuah aktivitas yang sudah mulai ditinggalkan, terutama di daerah perkotaan. Murahnya harga kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil ditambah lagi tersedianya fasilitas cicilan kepemilikan kendaraan bermotor yang semakin murah, membuat gaya hidup masyarakat Indonesia jadi lebih "MALAS", kemana-mana pake sepeda motor, bahkan ke warung yang jaraknya tak sampai 500 meter saja pakai sepeda motor. Ini juga alasan kenapa di ibu kota begitu membludak kendaraan bermotor di jalanan, tak peduli pagi, siang, ataupun malam, semua tumpah ruah di jalanan.
kemacetan di ibu kota yang sudah jadi pemandangan biasa setiap harinya |
Tak hanya menggunakan kendaraan pribadi, sifat malasnya masyarakat ini juga berdampak pada moda transportasi yang tersedia di ibu kota. ada begitu banyak jenis moda transportasi yang tersedia di ibu kota yang memang dikhususkan untuk mereka-mereka yang malas bergerak untuk jalan kaki. Semua moda transportasi ini pasti penuh dengan penumpang, dari mulai abang angkot, abang ojek, abang bajaj, abang metro mini, abang kopaja, abang TJ(Trans Jakarta) dan abang-abang lainnya yang alhamdulillahnya bagi mereka selalu mendapatkan penumpang setiap hari. Buruknya itu, jarak antara si penumpang naik dan tujuannya terkadang sangat menyesakkan hati, ya, tak sampai 500 meter. Mengapa mereka tak jalan kaki saja, tapi justru rela berdesak-desakan di dalam angkot hingga rela bermacet-macet ria yang justru kalau dihitung akan memakan waktu lebih lama dibandingkan jika mereka berjalan kaki.
Hmph, jika ditelaah lebih dalam, sebenarnya banyak faktor yang membuat mereka-mereka ini enggan untuk jalan kaki untuk jarak-jarak yang tergolong disayangkan jika menggunakan kendaraan atau layanan transportasi umum, Hmph jawabannya cuma satu, KETIDAKNYAMANAN. Yap, Mari kita uraikan satu persatu apa saja yang membuat masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jakarta secara khusus merasa tidak nyaman untuk berjalan kaki:
Trotoar Rusak
Buat pejalan kaki, trotoar adalah kunci utamanya. Sayangnya, trotoar di ibu kota masih banyak yang memprihatinkan, rusak dan berlubang-lubang, membuatnya menjadi tidak nyaman untuk dilewati. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
tak sedikit trotoar di ibu kota yang rusak |
Ini alasan paling ngeselin yang bikin gak nyaman para pejalan kaki. Gimana gak, uda pesepeda motor ini tumpah ruah di jalan plus asap kendaraan bermotor yang mereka ciptakan, ditambah lagi dengan kenyataan mereka yang sering ngejajah trotoar dengan alasan lebih cepat dibandingkan di jalan yang seharusnya, yang memang macet total.
pejalan kaki mesti berjuang dengan para pesepeda motor |
Trotoar = Ladang PKL Berjualan
Trotoar juga Tempat Mangkal Abang Ojek
Zebra Cross yang Minim
Nah, ini alasan ketidaknyamanan kedua, yaitu terjajahnya lahan trotoar yang mendadak berubah sebagai tempat berjualan abang-abang PKL. sebenarnya kalau dia tidak makan tempat sih gak masalah ya, tapi kalau sudah hampir memenuhi seluruh area trotoar, itu baru yang ngeselin. Tak jarang pejalan kaki yang musti mengalah turun ke tepi jalan hanya untuk bisa terus melanjutkan perjalanannya.
pemandangan trotoar yang dipenuhi PKL |
Nah ini sama nih kasusnya dengan kasus PKL. Abang-abang perkumpulan tukang ojek ini sering banget memanfaatkan area trotoar untuk tempat mangkal mereka. Gak nyamannya itu, penuhin jalan dan tak jarang mereka usil sama pejalan kaki.
Ketika berjalan kaki tak sedikit kita temui masa-masa dimana pejalan kaki membutuhkan alat bantu untuk menyebrang jalan. Padahal yah, di eropa sana, sebut saja jerman. Pejalan kaki begitu dihormati, meskipun mereka sudah memiliki fasilitas lampu lalu lintas pejalan kaki, tapi ketika ada seseorang yang ingin menyebrang jalan, dan lampu lalu lintas yang sudah ditekan tersebut masih menunjukkan warna merah, si pemilik kendaraan bermotor tak sedikit dan tak jarang yang mempersilahkan si pejalan kaki untuk menyebrang terlebih dahulu. Bagaimana dengan di Indonesia? Boro-boro digituin, yang ada diklakson plus diteriakin kenceng-kenceng sambil nunjukin mukanya yang siap mau makan orang. Nah, sbenarnya dibeberapa tempat fasilitas lampu lalu lintas sudah disediakan, cuma aturan mainnya aja yang masih suka dilanggar sama pemilik kendaraan bermotor. Palingan yang ada di depan Mall Ambassador doang yang sedikit efektif, itupun musti tetap dibantu oleh bapak-bapak satpam dari Mall tersebut.
lampu lalu lintas khusus pejalan kaki yang belum optimal |
Ini pendapat sendiri sih, seiring sering jalan kaki di beberapa sudut kota Jakarta. Keamanan pejalan kaki jadi sedikit tergadaikan ketika ingin menyebrang, tapi zebra cross tidak tersedia ditempat-tempat penyebrangan tersebut, padahal jika diperhatikan tidak juga terdapat jembatan penyebrangan. Yang mau tidak mau, si pejalan kaki hanya memanfaatkan kehati-hatian mereka dan tangan mereka untuk meminta pengguna kendaraan memberi izin untuk mereka menyebrang.
musti lebih diperbanyak dan diperjelas area-area yang membutuhkan zebra cross |
Panas dan Polusi
Nah, permasalahan ini juga sering bikin masyarakat untuk malas berjalan kaki. Banyaknya pohon-pohon yang ditebang dengan alasan pelebaran jalan atau pelabaran lahan bangunan, membuat pohon-pohon di pinggir jalan mulai berkurang. Akibatnya, panas yang jatuh kebumi tak ada lagi yang menahan, polusi kendaraan bermotor tak ada lagi yang menyaring. Dan semuanya langsung dirasakan si pejalan kaki, panas, debu, dan polusi asap kendaraan bermotor. Phew..
Semua permasalahan di atas adalah permasalahan-permasalahan dasar yang membuat masyarakat di Ibu kota pada khususnya enggan untuk berjalan kaki, padahal jarak yang ditempuh sangat dekat dan justru memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi atau umum. Semoga saja, dibawah pemerintahan Jokowi sebagai Presiden dan Ahok sebagai Gubernur DKI akan lebih teratur lagi ibu kota kita ini, akan lebih nyaman dan ramah lingkungan sehingga minat untuk berjalan kaki akan tumbuh lebih besar lagi di Ibu kota. Amin. Vielen Dank.
Indonesia pasti bisa seperti negara eropa yang teratur dan ramah terhadap pejalan kaki |
Auf wiedersehen ^_^
Kantor Intermis tercinta, 11/12/2014 12.04
(ditulis setelah berhasil nyasar jalan kaki dari stasiun Gondangdia menuju Kantor)
Halo, bisa aja nih komentar saya udah ga' relevan karena baru di-posting 2 tahun stlh wacana dibuat. Saya setuju dengan tulisan di atas karena saya juga tinggal di daerah padat penduduk. Menurut saya ada satu hal lagi yang membuat orang berpikir dua kali untuk berjalan kaki yaitu adanya "tatapan" aneh dari masyarakat ketika melihat orang di sekitarnya tengah berjalan kaki. Saya tinggal di daerah dekat pusat kota yang mayoritas masyarakatnya lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor daripada berjalan kaki atau menggunakan kendaraan tidak bermotor walaupun untuk tujuan yang tidak jauh. Sama halnya dengan uraian di atas, di tempat saya tinggal fasilitas untuk pejalan kaki sering disalahgunakan oleh pihak tertentu dan kondisinya kadang tidak jelas. Saya juga kagum dengan kebiasaan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan non bermotor di negara lain dan saya rasa hal itulah yang mendorong pemerintah di beberapa negara tersebut memberikan "ruang gerak" bagi pejalan kaki dan pengguna kendaraan non bermotor.
ReplyDeleteHalo Mas Ganda, Terima kasih untuk komentarnya. saya juga baru kembali lagi ke laman ini setelah dua tahun lamanya.
DeleteAlasan yang mas sampaikan cukup saya rasakan Mas, mata-mata yang memandang itu seakan merendahkan kita para pejalan kaki, mungkin faktor gengsi Mas. Ya Mas, masih banyak PR untuk pemerintah kita dan untuk kita juga pastinya, bagaimana fasilitas pejalan kaki bisa ditingkatkan, nanti pelan2 juga pasti banyak yang tergerak untuk berjalan kaki kok mas, kalau trotoar dan fasilitas penunjang pejalan kaki lainnya mulai dibenahi. Salam Pejalan Kaki :D
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete